Kamis, 01 Oktober 2015

LANDASAN TEORETIS PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN


Nama               : Siti Nursansan
NPM                : 8820113067
Kelas               : III B – PBSI
Mata Kuliah     : Media Pembelajaran (Landasan Teoretis Penggunaan Media Pembelajaran)
Dosen              : Dr. Hj. Iis Ristiani, S.Pd., M.Pd., Febri Marindra C. E. S.Pd., M.Pd.


RESUME LANDASAN TEORETIS PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN
Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antar pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Menurut Burner (dalam Arsyad, 2005: 7) ada tiga tingkatan utama dalam modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktorial/gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic).
  1. Pengalaman langsung (enactive). Pengalaman ini yaitu mengerjakan, misalnya arti kata ‘simpul’ dipahami secara langsung membuat ‘simpul’.
  2. Pengalaman piktorial (iconic). Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari pengalaman langsung. Pada tahap kedua yang diberi label iconic (artinya gambar/image), kata ‘simpul’ dipelajari dari gambar, lukisan, foto, atau film. Meskipun siswa belum ernah mengikat tali untuk membuat ‘simpul’ mereka dapat memahami atau mempelajarinya dari gambar, lukisan, foto atau film.
  3. Pengalaman abstrak (symbolic). Pada tingkatan simbol, siswa membaca (atau mendengar) kata ‘simpul’ dan mencoba mencocokannya dengan ‘simpul’ pada image mental atau mencocokannya dengan pengalaman membuat ‘simpul’.
Ketiga tingkatan ini saling berinteraksi dalam upaya pemerolehan pengalaman (pengetahuan, keterampilan, atau sikap) yang baru.
Tingkatan pengalaman pemerolehan hasil belajar seperti itu digambarkan oleh Dale (1969) sebagai suatu proses komunikasi. Materi yang ingin dsampaikan dan diinginkan siswa dapat menguasainya disebut sebagai pesan. Guru sebagai sumber pesan menuangkan pesan ke dalam simbol-simbol tertentu (encoding) dan siswa sebagai penerima menafsirkan simbol-simbol tersebut sehingga dipahami sebagai pesan (decoding). Cara pengolahan pesan oleg guru dan murid digambarkan sebagai berikut.



Gambar: Pesan dalam Komunikasi


Gambar di atas memberikan petunjuk bahwa agar proses belajar mendengar dapat berhasil dengan baik, siswa sebaiknya diajark untuk memanfaatkan semua alat inderanya. guru berupaya untuk menampilkan rangsangan yang dapat diproses dengan berbagai indera. Dengan demikian siswa diharapkan dapt menyerap pesan-pesan dalam materi yang disajikan.
Livie & Livie (dalam Arsyad, 2005: 9) menyimpulkan bahwa stimulis visual membuahkan hasil yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali dan menghubung-hubungkan fakta dan konsep. Di lain pihak, stimulus verbal memberi hasil belajar yang lebih apabila pembelajaran itu melibatkan ingatan berurut-urutan. Hal ini merupakan suatu buti atas konsep dual coding hypotesis (hipotesis koding ganda) dari Paivio. Konsep itu mengatakan bahwa ada dua sistem ingatan manusia, satu untuk mengolah sistem-sistem verba, dan yang lain untuk mengolah image nonverbal.
Belajar dengan menggunakan indera ganda –pandang dan dengar- berdasarkan konsep di atas, akan memberikan keuntungan bagi siswa. Siswa akan belajar lebih banyak dari pada hanya diberikan stimulus pandang atau dengar. Para ahli memiliki pandangan yang searah mengenai hal itu. Perbandingan pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang dan indera dengar sangat menonjol perbedaannya. kurang lebih 90% hasil belajar diperoleh melalui indera pandang, dan hanya sekitar 5% diperoleh melalui indera dengar kemudian 5% lagi dengan indera lainnya. (Baugh dalam Arsyad, 2005). Sementara itu Dale memperkirakan bahawa pemerolehan belajar melalui indera pandang berkisar 75%, melalui indera 13%, dan indera lain 12%.
Salah satu landasan yang banyak digunakan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam pembelajaran adalah Dale’s Cone Of Experience  (Kerucut Pengalaman Dale).



Gambar: Kerucut Pengalaman Edgar Dale


Kerucut tersebut merupakan elaborasi dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleg Bruner sebelumnya. Hasil pengalaman seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (kongret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai pada lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas krucutnya, semakin abstrak media penyampaian pesan tersebut. Perlu dicatat, bahwa urutan-urutan ini tidak berarti proses belajar dan interaksi belajar mengajar harus selalu dimulai dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajarnya.
Dasar pengembangan kerucut di atas bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan –jumlah jenis indera yang turut serta selama penerimaan isi engajaran atau pesan. Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu.
Tingkat keabstrakan pesan akan semakin tinggi ketika pesan itu dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik, atau kata. Jika pesan terkandung dalam lambang-lambang seoerti itu, indera yang dilibatkan untuk menafsirkannya semakin terbatas, yakni indera penglihatan ataupun indera pendengaran. Meskipun tingkat partisifasi fisik berkurang, keterlibatan imajinatif semakin bertambah dan berkembang. Sesungguhnya pengalaman kongkret dan pengalaman abstrak dialami silih berganti; hasil pengalaman langsung mengubah dan memperluas jangkauan abstaksi seseorang, dan sebaliknya, kemampuan interpretasi lambang kata membantu seseorang untuk memahami pengalaman yang di dalamnya ia terlibat langsung.

Referensi:

Arsyad, Azhar. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Teks Dadaran (Deskripsi) Jajampanaan

  Jajampanaan kecap jajampanaan asalna tina kecap "jampana" nyaeta alat nu dijieun tina kai atau awi pikeun ngagotong nu gering, n...