1. Wujud
, “اَلْوُجُـوْدُ “
Artinya
“ada”. Maksudnya , Zat Allah Ta’ala itu ada dan mustahil apabila mempunyai
sifat ‘adam ( tidak ada ). Dalilnya :
a.
Dalil naqli : Firman Allah Ta’ala dalam Q.S..
As-Sajadah : 4
اللهُ الَّذِى خَـلَقَ السَّـمـوَاتِ وَالأَرْضَ وَمَـا بَـيْـنَـهُـمَـا
Artinya : “ Allah Ta’ala yang menciptakan sekalian
langit dan bumi, serta apa saja yang ada diantara keduanya “.
b.
Dalil ‘aqli :
Keberadaan alam semesta ini, dapat
dilihat , diraba dan dialami secara nyata dan pasti. Tentu akal mengakui,
menetapkan dan menerima bahwa , itu semua tidak mungkin ada, kalau tidak ada
yang menciptakannya. Tidak mungkin ada mobil, rumah dan kue , jika tidak ada
yang membuatnya. Demikian juga manusia, tetumbuhan, gunung dan alam seisinya
tidak mungkin ada, jika tidak ada penciptanya. Pencipta tersebut adalah Allah
Ta’ala. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa zikir
(ingat) kepada Allah Ta’ala pada setiap yang maujud (yang ada).
2. Qidam “ اَلْقِـدَمُ “
Artinya “dahulu”. Maksudnya, adanya
Zat Allah Ta’ala tanpa didahului oleh ketiadaan. Mustahil Allah Ta’ala bersifat
baharu, artinya didahului oleh ketiadaan. Dengan kata lain, Wujud Allah Ta’ala
tidak ada permulaannya. Dalilnya
a.
Dalil naqli: Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-hadid
: 3.
هُـوَ الأَوَّلُ وَالآخِـرُ وَالظَّـاهِـرُ وَالْبـَاطِـنُ
Artinya : “Dia {Allah }yang awal {tiada permulaan
bagi-Nya}. Yang akhir {tiada kesudahan bagiNya}. Yang Zahir dan yang batin”.
b.
Dalil ‘aqli
Alam semesta beserta isinya, ruang
dan waktu sebagai mana yang telah kita ketahui adalah, ciptaan Allah Ta’ala.
Maka menurut akal, sang pencipta {Allah Ta’ala} telah lebih dahulu ada {qidam }
sebelum ada ciptaan-NYA {makhluk }. Sangat mustahil jika ciptaan dahulu ada,
dari penciptanya. Maka patut bagi setiap mu’min untuk mengi’tiqadkan bahwa
senantiasa bersyukur kepada Allah Ta’ala yang telah menjadikannya menjadi
mu’min muslim dengan taufiqNya.
3. Baqâ, “ اَلْبَـقَـاءُ “
Artinya “kekal”. Maksudnya adalah,
keberadaan Zat Allah Ta’ala {Wujud-nya} kekal, tanpa ada perubahan, fana
{binasa} atau berakhir. Mustahil Allah Ta’ala binasa, berubah, habis atau
lenyap. Dengan kata lain, wujud Zat Allah Ta’ala tanpa diakhiri oleh kesudahan
atau waktu. Dalilnya:
a.
Dalil naqli: Firman Allah Ta’ala dalam Q.S..
Ar-Rahman.
كُـلُّ مَـنْ عَـلَـيْـهَـا فَـانٍ. وَيَـبْـقَـى وَجْـهُ رَبِّـكَ ذُوالْجَـلاَلِ وَاُلإِكْـرَامِ
Artinya: “segala yang ada diatas bumi ini akan fana
{binasa} dan kekallah Zat Tuhanmu {Muhammad} , yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan”.
b.
Dalil ‘aqli
Semua makhluk mengalami perubahan,
binasa, fana dan berakhir. Menurut akal, pasti ada yang mengakhirinya atau yang
membinasakannya. Oleh karena itu, akal menemukan bahwa : ada Zat yang kekal dan
yang berkuasa untuk merubah dan membinasakan, Zat tersebut adalah Zat Allah
Ta’ala yang maha kekal, mustahil fana , lenyap atau binasa. Maka patut bagi
setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa ingat bahwasannya ia akan
binasa (mati) supaya ia bertaubat dan banyak beristighfar
4. Mukhalafatuhu li al-hawadis, “مُـخَـالَـفَـتُـهُ لِلْـحَـوَادِثِ “
Artinya “berbeda wujud Zat Allah
Ta’ala dengan sekalian yang baharu”, mustahil menyerupai atau menyamai.
Maksudnya adalah, wujud Allah Ta’ala tidak menyerupai apapun dan tidaن ada apapun yang menyerupai Allah Ta’ala dalam: Zat,
sifat dan fi’il- Nya. Dalilnya:
a.
Dalil naqli: Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.Asy-Syũro :
11.
لَـيْسَ كَـمِثْـلِهِ شَـيْءٌ وَهُـوَ السَّـمِـيْـعُ الْعَـلِـيْـمُ
Artinya : “ Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai
Allah Ta’ala. Dialah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui “.
b.
Dalil aqli
Apabila Allah Ta’ala menyerupai atau
serupa dengan sesuatu pada ;Zat, sifat atau fi’il–Nya , maka Allah Ta’ala tentu
serupa dengan sesuatu itu. Sehingga pencipta dan ciptaan menjadi sama, padahal
yang demikian sangat mustahil dan tidak masuk akal. Oleh karena itu, Allah
Ta’ala sang pencipta alam ini, pasti tidak serupa dengan segala yang baharu
atau dengan kata lain, tidak sama antara khalik dan makhluk. Maka patut bagi
setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa memperbanyak tasbih kepada
Allah Ta’ala
5. Qiyâmuhu binafsihi , “ قِـيَـامُـهُ بِـنَـفْـسِـهِ “
Artinya “ berdiri Allah Ta’ala
dengan sendiriNya “. Mustahil minta tolong kepada sesuatu lain-Nya. Maksudnya
adalah ; wujud Allah Ta’ala tidak membutuhkan kepada apapun dan kepada
siapapun, selain Zat-Nya sendiri. Tidak kepada tempat, ruang dan pertolongan
yang lain.
a.
Dalil naqli: Firman Allah Ta’ala dalam Q.S..
Al-Ankabut : 106.
إِنَّ اللهَ لَـغَـنِىٌّ عَـنِ الْعَـالَـمِـيْـنَ
Artinya : “ Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Kaya
dari sekalian alam”. Maksudnya adalah, Allah Ta’ala tidak membutuhkan suatu
apapun dari alam semesta ini.
b. Dalil ‘aqli
Apabila Allah Ta’ala tidak berdiri dengan sendiriNya,
berarti membutuhkan pertolongan dari selain diri-Nya, maka IA lemah, tidak
sempurna dan tidak Mahakaya, sama seperti makhluk. Bila Allah sama dengan
makhluk ciptaan-Nya, berarti IA juga makhluk. Padahal yang demikian itu
mustahil, sebab IA bersifat qidâm dan baqâ. Maka patut bagi setiap mu’min
mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa berhajat dan faqir kepada Allah Ta’ala
6. Wahdâniyah, “ اَلْوَحْـدَانِـيَّـةُ “
Artinya “ Esa Zat Allah Ta’ala “ dan mustahil
berbilang . Maksudnya adalah, Allah Ta’ala Esa ; Zat-Nya, Sifat-Nya dan
Fi’il-Nya. Dalilnya :
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala Q.S.. Al-Ikhlas : 1
قُـلْ هُـوَ اللهُ اَحـَــدٌ
Artinya : “ Katakan ya Muhammad ! Dialah Allah Yang
Maha Esa “.
b. Dalil ‘aqli.
Andai kata Tuhan itu berbilang atau lebih dari satu ,
maka akan timbul perselisihan diantara mereka atau berbeda faham, tentu akan
binasa alam semesta ini. Sebab yang satu ingin begini dan yang satu lagi hendak
begini pula. Oleh karena itu , mustahil pada akal bahwa , Tuhan yang mengatur
alam ini tidak Esa. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia
melihat dengan mata bathinnya kepada fi’il Allah Ta’ala dalam setiap kejadian
bahwa, itu tertib dari Allah Ta’ala
7. Hayât , “ اَلْحَـيَـاةُ “
Artinya “ Hidup “ . Maksudnya adalah , sifat hidup
terdapat pada Zat Allah Ta’ala atau Zat Allah Ta’ala sifat-Nya adalah hidup,
maka mustahil bersifat mati. Dalilnya :
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala Q.S.. Al-Baqarah : 255
اللهُ لاَ إِلـهَ إِلاَّ هُـوَ الْحَـىُّ الْقَـيُّـوْمُ
Artinya : “ Allah Ta’ala tiada Tuhan selain Dia yang
Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri “.
b. Dalil ‘aqli
Kalau saja misalnya Allah Ta’ala itu merupakan Zat
yang mati, niscaya alam ini akan berantakan, sebab tidak ada yang
mengendalikan. Sedangkan sebuah mobil yang meluncur dengan supir mengantuk akan
terjun ke dalam jurang, apa lagi jika supirnya mati.
Demikian juga dengan alam yang luas ini ; matahari,
bulan, bintang-bintang dan planet-planet yang beredar di ruang angkasa,
termasuk manusia, akan hancur, jika yang mengaturnya mengantuk, apa lagi mati.
Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia menyerahkan hidupnya kepada
Allah Ta’ala yang Maha Hidup
8. ‘Ilmu , “ اَلْعِـلْـمُ “
Artinya “ tahu “ atau mengetahui . Maksudnya adalah
,Zat Allah Ta’ala mempunyai sifat ‘ilmu atau Zat Allah Ta’ala bersifat Maha
Tahu, maka mustahil Allah Ta’ala bersifat jâhil atau tidak tahu. Dalilnya :
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al Baqarah : 29
وَهُـوَ بِـكُـلِّ شَـيْءٍ عَـلِيْـمٌ
Artinya :“ Dan Dia, (Allah Ta’ala) itu Maha Mengetahui
segala sesuatu “.
b. Dalil ‘aqli
Allah Ta’ala Maha Tahu segala sesuatu, Maha Tahu terhadap
segala yang telah diciptakan dan yang akan diciptakan, mustahil Allah Ta’ala
tidak mengetahui atau bodoh terhadap hal tersebut, sebab kalau Allah Ta’ala
bersifat bodoh, tidak tahu dan tidak berilmu, maka IA tidak dapat menguasai dan
tidak dapat mengatur alam ini. Apabila alam semesta beserta isinya
diperhatikan, maka mustahil menurut akal bahwa, penciptanya adalah, Zat yang
tidak berilmu atau bodoh. Padahal manusia sebagi ciptaan-Nya saja memiliki ilmu
, bahkan ada yang sangat berilmu, apa lagi IA. Maka patut bagi setiap mu’min
mengi’tiqadkan bahwa ia sangat takut untuk berbuat maksiat, sebab Allah Ta’ala
Maha Tahu segala hal dan perbuatannya.
9. Qudrat , “ اَلْقُـــدْرَةُ “
Artinya “kuasa“ dan mustahil lemah. Maksudnya adalah ,
Allah Ta’ala mempunyai sifat qudrat yang berdiri pada Zat-Nya atau qudrat itu
memang sifat bagi Zat Allah Ta’ala . Dalilnya :
a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al – Baqarah : 30
إِنَّ اللهَ عَـلَى كُـلِّ شَـيْءٍ قَـدِيْـرٌ
Artinya : “ Sesungguhnya Allah Ta’ala atas segala
sesuatu Maha Berkuasa ”.
b. Dalil ‘aqli
Alam semesta dan isinya adalah, ciptaan Allah Ta’ala ,
sebagaimana keterangan yang lalu. Maka sesungguhnya mustahil jika IA sendiri
tidak menguasainya. Sebab andaikata Tuhan lemah tidak berkuasa, tentu tidak
akan ada makhluk-Nya atau IA bukan Tuhan yang Maha berkuasa. Oleh karena itu,
mustahil menurut akal , jika Allah Ta’ala lemah dan wajib pada akal bahwa,
Allah Ta’ala Maha Berkuasa untuk menciptakan sesuatu atau meniadakannya. Maka
patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa tawaddlu’ tidak
takabbur atau sombong bahkan ia sangat takut kepada Allah Ta’ala yang Maha
Kuasa
10. Irâdat , “ اَلإِرَادَةُ “
Artinya “ berkehendak “ dan mustahil dipaksa,
Maksudnya adalah, dalam menentukan sesuatu atau memilih sesuatu , Allah Ta’ala
berbuat menurut sekehendak-Nya . Dalilnya :
a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Buruj : 16
فَـعَّـالٌ لِـمَـا يُـرِيْـدُ
Artinya : “(Allah Ta’ala itu) Maha berbuat terhadap
apa yang dikehendaki-Nya”.
b. Dalil ‘aqli
Dalam menciptakan sesuatu , Allah Ta’ala tetap menurut
kehendak-Nya. Demikian juga dalam menentukan atau memilih. Mustahil Allah
Ta’ala diatur atau dipaksa oleh kekuatan yang lain. Kalau Allah Ta’ala dapat
dipaksa atau diatur oleh kekuatan yang lain, maka Ia lemah dan berarti Ia bukan
tuhan. Oleh karena itu patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia
senantiasa bersyukur atas ni’mat Allah dan sabar atas ujianNya
11. Sama’ , “ اَلسَّـمْـعُ “
Artinya “ mendengar “. Mustahil Allah Ta’ala bersifat
tuli . Maksudnya adalah , Zat Allah Ta’ala bersifat sama’ artinya , mendengar
segala sesuatu atau sifat mendengar adalah , salah satu sifat yang tetap ada
pada Zat Allah Ta’ala . Dalilnya :
a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. An-Nisa’ : 184
وَكَـانَ اللهُ سَـمِـيْعًـا عَـلِيْـمًـا
Artinya :“Dan adalah Allah Ta’ala itu Maha Mendengar
dan Maha Mengetahui“.
b. Dalil ‘aqli
Allah Ta’ala mempunyai sama’, yaitu pendengaran dan
mustahil tuli, sebab tuli adalah , sifat kekurangan. Allah Ta’ala mustahil
bersifat kekurangan, karena sifat kekurangan itu adalah, sifat bagi zat baharu.
Padahal kita yakin sepenuhnya bahwa, Allah Ta’ala itu bukan baharu , sebaliknya
Allah Ta’ala adalah, pencipta segala yang baharu. Maka mustahil IA tuli ,
seperti yang baharu itu. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia
takut dan waspada dalam berkata-kata, karena Allah Ta’ala Maha Mendengar segala
perkataan yang baik maupun yang buruk
12. Bashar , “ اَلْبَـصَـرُ “
Artinya “ penglihatan “ , mustahil buta atau tidak
dapat melihat. Maksudnya adalah , Zat Allah Ta’ala bersifat bashar atau
mempunyai penglihatan dan sifat ini adalah , salah satu sifat yang berdiri pada
Zat-Nya. Dalilnya :
a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Hujarârat : 18.
وَاللهُ بَـصِيْـرٌ بِـمَـا تَـعْـمَـلُوْنَ
Artinya : “ Dan Allah Ta’ala maha melihat segala apa
saja yang kamu kerjakan ”.
b. Dalil ‘aqli
Semua gerak gerik dari segala pekerjaan manusia ,
dilihat oleh Allah Ta’ala, mustahil IA buta, sebab buta adalah, sifat
kekurangan. Padahal sifat kekurangan adalah, sifat makhluk-Nya . Apabila Tuhan
juga buta, maka IA adalah makhluk , padahal mustahil tuhan menjadi makhluk ,
sebagai mana yang diterangkan pada awal kajian ini. Maka patut bagi setiap mu’min
mengi’tiqadkan bahwa ia tidak akan berbuat dosa dan maksiat, sebab Allah Ta’ala
Maha Melihat segala perbuatannya.
13. Kalâm , “ اَلْكَـلاَمُ “
Artinya “ berkata-kata “ dan mustahil Allah Ta’ala
bisu. Maksudnya adalah , Allah Ta’ala mempunyai sifat kalâm atau mempunyai
tutur kata. Dalilnya :
a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. An-Nisa’ : 164
وَكَـلَّمَ اللهُ مُـوْسَى تَـكْلِيْـمًـا
Artinya : “ Dan telah berkata-kata Allah Ta’ala dengan
(Nabi Musa) sebenar – benar perkataan “
b. Dalil ‘aqli
Kalau saja Allah Ta’ala bisu , tentu tidak dapat
memerintah dengan baik. Sedangkan sifat bisu adalah, sifat kekurangan. Jika IA
bisu, maka Bagaimana mungkin dapat berfirman kepada para Rasul-Nya. Oleh sebab
itu , sifat kalâm adalah, sifat kesempurnaan Allah Ta’ala yang wajib lagi qadîm
yang berdiri pada Zat-Nya. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa
ia senantiasa memperbanyak zikir dengan harapan agar ia juga disebut Allah
Ta’ala sebagai hambaNya.
Terima kasih karna sudah membantu😊
BalasHapusTerima kasih karna sudah membantu😊
BalasHapusterimakasih ☺
BalasHapusTerima kasih kak ilmunya, semoga bermanfaat
BalasHapusTerimakasih sebelumnya,tp maaf kak ini hanya disebutkan 13 ya
BalasHapushati-hati dalam penulisan ayat Qur'an soalnya saya liat Al-ankabut:106 Sedangkan Al-ankabut batas suratnya hanya 69 ayat.
BalasHapusdan Q.s. An-nisa 184
pas poin 11 bicara soal sama' soalnya Q.s. an-nisa cuman ada 176 ayat. Terima kasih 🙏
kok 13 aja?
BalasHapusIzin balas,pada dasarnya hanya 13 namun dari sifat qudrat hingga kalam itu berbilang
Hapus