Selasa, 31 Desember 2013

sifat wajib bagi Allah beserta dalil naqli dan aqli

Allah memiliki sifat wajib yang harus diyakini oleh seorang muslim. sifat wajib tersebut diantaranya:



1.      Wujud , “اَلْوُجُـوْدُ
Artinya “ada”. Maksudnya , Zat Allah Ta’ala itu ada dan mustahil apabila mempunyai sifat ‘adam ( tidak ada ). Dalilnya :
a.       Dalil naqli : Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. As-Sajadah : 4

اللهُ الَّذِى خَـلَقَ السَّـمـوَاتِ وَالأَرْضَ وَمَـا بَـيْـنَـهُـمَـا

Artinya : “ Allah Ta’ala yang menciptakan sekalian langit dan bumi, serta apa saja yang ada diantara keduanya “.
b.      Dalil ‘aqli :
Keberadaan alam semesta ini, dapat dilihat , diraba dan dialami secara nyata dan pasti. Tentu akal mengakui, menetapkan dan menerima bahwa , itu semua tidak mungkin ada, kalau tidak ada yang menciptakannya. Tidak mungkin ada mobil, rumah dan kue , jika tidak ada yang membuatnya. Demikian juga manusia, tetumbuhan, gunung dan alam seisinya tidak mungkin ada, jika tidak ada penciptanya. Pencipta tersebut adalah Allah Ta’ala. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa zikir (ingat) kepada Allah Ta’ala pada setiap yang maujud (yang ada).

2. Qidam “ اَلْقِـدَمُ
Artinya “dahulu”. Maksudnya, adanya Zat Allah Ta’ala tanpa didahului oleh ketiadaan. Mustahil Allah Ta’ala bersifat baharu, artinya didahului oleh ketiadaan. Dengan kata lain, Wujud Allah Ta’ala tidak ada permulaannya. Dalilnya
a.       Dalil naqli: Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-hadid : 3.

هُـوَ الأَوَّلُ وَالآخِـرُ وَالظَّـاهِـرُ وَالْبـَاطِـنُ

Artinya : “Dia {Allah }yang awal {tiada permulaan bagi-Nya}. Yang akhir {tiada kesudahan bagiNya}. Yang Zahir dan yang batin”.


b.      Dalil ‘aqli
Alam semesta beserta isinya, ruang dan waktu sebagai mana yang telah kita ketahui adalah, ciptaan Allah Ta’ala. Maka menurut akal, sang pencipta {Allah Ta’ala} telah lebih dahulu ada {qidam } sebelum ada ciptaan-NYA {makhluk }. Sangat mustahil jika ciptaan dahulu ada, dari penciptanya. Maka patut bagi setiap mu’min untuk mengi’tiqadkan bahwa senantiasa bersyukur kepada Allah Ta’ala yang telah menjadikannya menjadi mu’min muslim dengan taufiqNya.

3. Baqâ, “ اَلْبَـقَـاءُ
Artinya “kekal”. Maksudnya adalah, keberadaan Zat Allah Ta’ala {Wujud-nya} kekal, tanpa ada perubahan, fana {binasa} atau berakhir. Mustahil Allah Ta’ala binasa, berubah, habis atau lenyap. Dengan kata lain, wujud Zat Allah Ta’ala tanpa diakhiri oleh kesudahan atau waktu. Dalilnya:
a.       Dalil naqli: Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Ar-Rahman.

كُـلُّ مَـنْ عَـلَـيْـهَـا فَـانٍ. وَيَـبْـقَـى وَجْـهُ رَبِّـكَ ذُوالْجَـلاَلِ وَاُلإِكْـرَامِ

Artinya: “segala yang ada diatas bumi ini akan fana {binasa} dan kekallah Zat Tuhanmu {Muhammad} , yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”.
b.      Dalil ‘aqli
Semua makhluk mengalami perubahan, binasa, fana dan berakhir. Menurut akal, pasti ada yang mengakhirinya atau yang membinasakannya. Oleh karena itu, akal menemukan bahwa : ada Zat yang kekal dan yang berkuasa untuk merubah dan membinasakan, Zat tersebut adalah Zat Allah Ta’ala yang maha kekal, mustahil fana , lenyap atau binasa. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa ingat bahwasannya ia akan binasa (mati) supaya ia bertaubat dan banyak beristighfar

4. Mukhalafatuhu li al-hawadis, مُـخَـالَـفَـتُـهُ لِلْـحَـوَادِثِ
Artinya “berbeda wujud Zat Allah Ta’ala dengan sekalian yang baharu”, mustahil menyerupai atau menyamai. Maksudnya adalah, wujud Allah Ta’ala tidak menyerupai apapun dan tidaن ada apapun yang menyerupai Allah Ta’ala dalam: Zat, sifat dan fi’il- Nya. Dalilnya:
a.       Dalil naqli: Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.Asy-Syũro : 11.

لَـيْسَ كَـمِثْـلِهِ شَـيْءٌ وَهُـوَ السَّـمِـيْـعُ الْعَـلِـيْـمُ

Artinya : “ Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah Ta’ala. Dialah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui “.
b.      Dalil aqli
Apabila Allah Ta’ala menyerupai atau serupa dengan sesuatu pada ;Zat, sifat atau fi’il–Nya , maka Allah Ta’ala tentu serupa dengan sesuatu itu. Sehingga pencipta dan ciptaan menjadi sama, padahal yang demikian sangat mustahil dan tidak masuk akal. Oleh karena itu, Allah Ta’ala sang pencipta alam ini, pasti tidak serupa dengan segala yang baharu atau dengan kata lain, tidak sama antara khalik dan makhluk. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa memperbanyak tasbih kepada Allah Ta’ala

5. Qiyâmuhu binafsihi , “ قِـيَـامُـهُ بِـنَـفْـسِـهِ
Artinya “ berdiri Allah Ta’ala dengan sendiriNya “. Mustahil minta tolong kepada sesuatu lain-Nya. Maksudnya adalah ; wujud Allah Ta’ala tidak membutuhkan kepada apapun dan kepada siapapun, selain Zat-Nya sendiri. Tidak kepada tempat, ruang dan pertolongan yang lain.
a.       Dalil naqli: Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Ankabut : 106.

إِنَّ اللهَ لَـغَـنِىٌّ عَـنِ الْعَـالَـمِـيْـنَ

Artinya : “ Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Kaya dari sekalian alam”. Maksudnya adalah, Allah Ta’ala tidak membutuhkan suatu apapun dari alam semesta ini.
b. Dalil ‘aqli
Apabila Allah Ta’ala tidak berdiri dengan sendiriNya, berarti membutuhkan pertolongan dari selain diri-Nya, maka IA lemah, tidak sempurna dan tidak Mahakaya, sama seperti makhluk. Bila Allah sama dengan makhluk ciptaan-Nya, berarti IA juga makhluk. Padahal yang demikian itu mustahil, sebab IA bersifat qidâm dan baqâ. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa berhajat dan faqir kepada Allah Ta’ala

6. Wahdâniyah, “ اَلْوَحْـدَانِـيَّـةُ

Artinya “ Esa Zat Allah Ta’ala “ dan mustahil berbilang . Maksudnya adalah, Allah Ta’ala Esa ; Zat-Nya, Sifat-Nya dan Fi’il-Nya. Dalilnya :
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala Q.S.. Al-Ikhlas : 1

قُـلْ هُـوَ اللهُ اَحـَــدٌ

Artinya : “ Katakan ya Muhammad ! Dialah Allah Yang Maha Esa “.

b. Dalil ‘aqli.
Andai kata Tuhan itu berbilang atau lebih dari satu , maka akan timbul perselisihan diantara mereka atau berbeda faham, tentu akan binasa alam semesta ini. Sebab yang satu ingin begini dan yang satu lagi hendak begini pula. Oleh karena itu , mustahil pada akal bahwa , Tuhan yang mengatur alam ini tidak Esa. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia melihat dengan mata bathinnya kepada fi’il Allah Ta’ala dalam setiap kejadian bahwa, itu tertib dari Allah Ta’ala

7. Hayât , “ اَلْحَـيَـاةُ

Artinya “ Hidup “ . Maksudnya adalah , sifat hidup terdapat pada Zat Allah Ta’ala atau Zat Allah Ta’ala sifat-Nya adalah hidup, maka mustahil bersifat mati. Dalilnya :

a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala Q.S.. Al-Baqarah : 255

اللهُ لاَ إِلـهَ إِلاَّ هُـوَ الْحَـىُّ الْقَـيُّـوْمُ

Artinya : “ Allah Ta’ala tiada Tuhan selain Dia yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri “.

b. Dalil ‘aqli
Kalau saja misalnya Allah Ta’ala itu merupakan Zat yang mati, niscaya alam ini akan berantakan, sebab tidak ada yang mengendalikan. Sedangkan sebuah mobil yang meluncur dengan supir mengantuk akan terjun ke dalam jurang, apa lagi jika supirnya mati.

Demikian juga dengan alam yang luas ini ; matahari, bulan, bintang-bintang dan planet-planet yang beredar di ruang angkasa, termasuk manusia, akan hancur, jika yang mengaturnya mengantuk, apa lagi mati. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia menyerahkan hidupnya kepada Allah Ta’ala yang Maha Hidup

8. ‘Ilmu , “ اَلْعِـلْـمُ

Artinya “ tahu “ atau mengetahui . Maksudnya adalah ,Zat Allah Ta’ala mempunyai sifat ‘ilmu atau Zat Allah Ta’ala bersifat Maha Tahu, maka mustahil Allah Ta’ala bersifat jâhil atau tidak tahu. Dalilnya :
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al Baqarah : 29

وَهُـوَ بِـكُـلِّ شَـيْءٍ عَـلِيْـمٌ

Artinya :“ Dan Dia, (Allah Ta’ala) itu Maha Mengetahui segala sesuatu “.

b. Dalil ‘aqli
Allah Ta’ala Maha Tahu segala sesuatu, Maha Tahu terhadap segala yang telah diciptakan dan yang akan diciptakan, mustahil Allah Ta’ala tidak mengetahui atau bodoh terhadap hal tersebut, sebab kalau Allah Ta’ala bersifat bodoh, tidak tahu dan tidak berilmu, maka IA tidak dapat menguasai dan tidak dapat mengatur alam ini. Apabila alam semesta beserta isinya diperhatikan, maka mustahil menurut akal bahwa, penciptanya adalah, Zat yang tidak berilmu atau bodoh. Padahal manusia sebagi ciptaan-Nya saja memiliki ilmu , bahkan ada yang sangat berilmu, apa lagi IA. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia sangat takut untuk berbuat maksiat, sebab Allah Ta’ala Maha Tahu segala hal dan perbuatannya.

9. Qudrat , “ اَلْقُـــدْرَةُ

Artinya “kuasa“ dan mustahil lemah. Maksudnya adalah , Allah Ta’ala mempunyai sifat qudrat yang berdiri pada Zat-Nya atau qudrat itu memang sifat bagi Zat Allah Ta’ala . Dalilnya :

a. Dalil naqli

Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al – Baqarah : 30

إِنَّ اللهَ عَـلَى كُـلِّ شَـيْءٍ قَـدِيْـرٌ

Artinya : “ Sesungguhnya Allah Ta’ala atas segala sesuatu Maha Berkuasa ”.

b. Dalil ‘aqli
Alam semesta dan isinya adalah, ciptaan Allah Ta’ala , sebagaimana keterangan yang lalu. Maka sesungguhnya mustahil jika IA sendiri tidak menguasainya. Sebab andaikata Tuhan lemah tidak berkuasa, tentu tidak akan ada makhluk-Nya atau IA bukan Tuhan yang Maha berkuasa. Oleh karena itu, mustahil menurut akal , jika Allah Ta’ala lemah dan wajib pada akal bahwa, Allah Ta’ala Maha Berkuasa untuk menciptakan sesuatu atau meniadakannya. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa tawaddlu’ tidak takabbur atau sombong bahkan ia sangat takut kepada Allah Ta’ala yang Maha Kuasa

10. Irâdat , “ اَلإِرَادَةُ

Artinya “ berkehendak “ dan mustahil dipaksa, Maksudnya adalah, dalam menentukan sesuatu atau memilih sesuatu , Allah Ta’ala berbuat menurut sekehendak-Nya . Dalilnya :

a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Buruj : 16

فَـعَّـالٌ لِـمَـا يُـرِيْـدُ

Artinya : “(Allah Ta’ala itu) Maha berbuat terhadap apa yang dikehendaki-Nya”.

b. Dalil ‘aqli
Dalam menciptakan sesuatu , Allah Ta’ala tetap menurut kehendak-Nya. Demikian juga dalam menentukan atau memilih. Mustahil Allah Ta’ala diatur atau dipaksa oleh kekuatan yang lain. Kalau Allah Ta’ala dapat dipaksa atau diatur oleh kekuatan yang lain, maka Ia lemah dan berarti Ia bukan tuhan. Oleh karena itu patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa bersyukur atas ni’mat Allah dan sabar atas ujianNya

11. Sama’ , “ اَلسَّـمْـعُ

Artinya “ mendengar “. Mustahil Allah Ta’ala bersifat tuli . Maksudnya adalah , Zat Allah Ta’ala bersifat sama’ artinya , mendengar segala sesuatu atau sifat mendengar adalah , salah satu sifat yang tetap ada pada Zat Allah Ta’ala . Dalilnya :

a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. An-Nisa’ : 184

وَكَـانَ اللهُ سَـمِـيْعًـا عَـلِيْـمًـا

Artinya :“Dan adalah Allah Ta’ala itu Maha Mendengar dan Maha Mengetahui“.

b. Dalil ‘aqli
Allah Ta’ala mempunyai sama’, yaitu pendengaran dan mustahil tuli, sebab tuli adalah , sifat kekurangan. Allah Ta’ala mustahil bersifat kekurangan, karena sifat kekurangan itu adalah, sifat bagi zat baharu. Padahal kita yakin sepenuhnya bahwa, Allah Ta’ala itu bukan baharu , sebaliknya Allah Ta’ala adalah, pencipta segala yang baharu. Maka mustahil IA tuli , seperti yang baharu itu. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia takut dan waspada dalam berkata-kata, karena Allah Ta’ala Maha Mendengar segala perkataan yang baik maupun yang buruk

12. Bashar , “ اَلْبَـصَـرُ

Artinya “ penglihatan “ , mustahil buta atau tidak dapat melihat. Maksudnya adalah , Zat Allah Ta’ala bersifat bashar atau mempunyai penglihatan dan sifat ini adalah , salah satu sifat yang berdiri pada Zat-Nya. Dalilnya :

a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Hujarârat : 18.

وَاللهُ بَـصِيْـرٌ بِـمَـا تَـعْـمَـلُوْنَ

Artinya : “ Dan Allah Ta’ala maha melihat segala apa saja yang kamu kerjakan ”.

b. Dalil ‘aqli
Semua gerak gerik dari segala pekerjaan manusia , dilihat oleh Allah Ta’ala, mustahil IA buta, sebab buta adalah, sifat kekurangan. Padahal sifat kekurangan adalah, sifat makhluk-Nya . Apabila Tuhan juga buta, maka IA adalah makhluk , padahal mustahil tuhan menjadi makhluk , sebagai mana yang diterangkan pada awal kajian ini. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia tidak akan berbuat dosa dan maksiat, sebab Allah Ta’ala Maha Melihat segala perbuatannya.

13. Kalâm , “ اَلْكَـلاَمُ

Artinya “ berkata-kata “ dan mustahil Allah Ta’ala bisu. Maksudnya adalah , Allah Ta’ala mempunyai sifat kalâm atau mempunyai tutur kata. Dalilnya :

a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. An-Nisa’ : 164

وَكَـلَّمَ اللهُ مُـوْسَى تَـكْلِيْـمًـا

Artinya : “ Dan telah berkata-kata Allah Ta’ala dengan (Nabi Musa) sebenar – benar perkataan “

b. Dalil ‘aqli
Kalau saja Allah Ta’ala bisu , tentu tidak dapat memerintah dengan baik. Sedangkan sifat bisu adalah, sifat kekurangan. Jika IA bisu, maka Bagaimana mungkin dapat berfirman kepada para Rasul-Nya. Oleh sebab itu , sifat kalâm adalah, sifat kesempurnaan Allah Ta’ala yang wajib lagi qadîm yang berdiri pada Zat-Nya. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa memperbanyak zikir dengan harapan agar ia juga disebut Allah Ta’ala sebagai hambaNya.


Puisi Cinta

Risalah Cinta
Siti Nursansan



risalah cinta kian tersandra
tak tersentuh dan merana
kian bias terseret luka
dan usan ditelan masa

tiada lagi lembar mempesona
kegagalan membuatnya tiada
keterpurukan kian menjiwa
semua kandas diterpa fana

wahai risalah cinta
kau terkunci dusta
terkurung luka
terombang-ambim dalam gelombang air mata

Teks Dadaran (Deskripsi) Jajampanaan

  Jajampanaan kecap jajampanaan asalna tina kecap "jampana" nyaeta alat nu dijieun tina kai atau awi pikeun ngagotong nu gering, n...